Tampilkan postingan dengan label akhwat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label akhwat. Tampilkan semua postingan

Menjadi wanita yang paling bahagia di dunia



TIDAK... Bagi perbuatan yang dapat menyia-nyiakan umurmu, seperti senang membalas dendam dan berselisih dengan perkara yang tidak ada kebaikan di dalamnya.

TIDAK... Bagi sikap yang lebih mengutamakan harta benda dan mengumpulkannya, ketimbang sikap arif untuk menjaga kesehatanmu, kebahagiaanmu, dan waktu istirahatmu.

TIDAK... Bagi perangai yang suka memata-matai kesalahan orang lain, menggunjing aib orang lain (ghibah) dan melupakan aib diri sendiri.

TIDAK... Bagi perangai yang suka mabuk kepayang dengan kesenangan hawa nafsu, menuruti segala tuntutan dan keinginannya.

TIDAK... Bagi sikap yang selalu menghabiskan waktu bersama para pengangguran, dan memboroskan waktu berjam-jam untuk bergurau dan bermain.

TIDAK... Bagi perilaku acuh terhadap kebersihan dan keharuman tubuh, serta masa bodoh dengan tempat tinggal dan ketertiban lingkungan.

TIDAK... Bagi setiap minuman yang haram, rokok, dan segala sesuatu yang kotor dan najis.

TIDAK... Bagi sikap yang selalu mengingat-ingat kembali musibah yang telah lalu, bencana yang telah terjadi, atau kesalahan yang terlanjur dilakukan.

TIDAK... Bagi perilaku yang melupakan akhirat, yang lalai membekali dirinya dengan amal saleh untuk menyongsongnya, dan yang lengah dari peringatan tentang kedahsyatannya.

TIDAK... Bagi perangai membuang-buang harta benda dalam perkara-perkara yang haram, berlaku boros dalam perkara-perkara yang mubah, dan perilaku yang dapat memangkas perkara-perkara ketaatan.


YA... Untuk senyummu yang cantik, yang mengirimkan cinta, dan mengutus kasih sayang bagi orang lain.

YA... Untuk kata-katamu yang baik, yang membangun persahabatan dan menghapuskan rasa benci.

YA... Untuk sedekahmu yang dikabulkan, yang membahagiakan orang-orang miskin, menyenangkan orang-orang fakir, dan mengenyangkan orang-orang lapar.

YA... Untuk kesediaanmu duduk bersama Al-Qur'an seraya membaca, merenungi, dan mengamalkannya, sambil bertaubat dan beristighfar.

YA... Untuk kesediaanmu berdzikir, beristighfar, tenggelam dalam doa, dan senantiasa memperbaiki taubatmu.

YA... Untuk usahamu dalam mendidik anak-anakmu dengan agama, sunnah, dan nasihat yang bermanfaat bagi mereka.

YA... Untuk rasa malumu dan hijab (penutup aurat) yang diperintahkan Allah, karena hanya itulah cara untuk menjaga dan memelihara dirimu.

YA... Untuk pergaulanmu dengan wanita-wanita yang baik dan takut kepada Allah, mencintai agama dan menghormati nilai-nilainya.

YA... Untuk baktimu terhadap orangtua, silaturahim pada saudaramu, menghormati tetangga, dan menyantuni anak-anak yatim.

YA... Untuk membaca sesuatu yang bermanfaat dengan menelaah buku yang menarik dan berfaedah, buku yang menyenangkan dan memberi tuntunan.

Sumber : Dikutip dari buku “Menjadi Wanita Paling Bahagia di Dunia” - DR. Aidh al-Qarni

Katakan Ya, untuk hal yang akan membuatmu menjadi lebih baik, dan katakan tidak untuk hal yang akan membuatmu lebih buruk.

Semoga kita senantiasa menjadi orang yang lebih baik, semoga Allah memberikan petunjuk untuk kita, semoga kita sadar bila kita akan berbuat salah..

Keep Istiqamah..

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Karena Jilbab Lebih dari Sekedar Penutup Kepala

Seruak rasa sedih hadir di hati. Melihat seorang teman lama yang dulu ketika masih dalam kebersamaan begitu anggun dengan jilbab lebarnya dan gamis. Bukan yang pertama kalinya, karena sebelumnya dalam kesempatan yang berbeda, dua orang teman lamapun menyuguhkan hal yang sama di pandang mata, rok yang mengidentikkan dia adalah sorang "akhwat" telah berganti menjadi celana ketat yang sering diidentikkan dengan penampilan modis.

Sebuah diskusi kecil dengan seorang sahabat dekat membicarakan fonemena ini baru saja dilakukan. Begitu mengejutkan mendengar pengalamannya, tentang seorang temannya yang dengan mudah melepas jilbabnya demi mengejar kesenangan pribadi yang semu. Identitas kemuslimahan yang seharusnya bukan sekedar menjadi kebanggaan pada ad-dien ini, bisa dengan mudah lumat dimakan waktu dan keadaan.

Mari kita berbicara tentang kemuslimahan ini!

Allah Swt, Illah semesta alam yang Mahabijak telah memberikan aturan sedemikian rupa tentang bagaimana seorang wanita Islam memerankan tak hanya kewanitaannya, tapi juga status kemuslimahannya dalam kehidupan. Ada ketaatan-ketaatan yang seharusnya dijalani semata bukan karena mengikuti arus lingkungan yang membentuk pribadinya menjadi wanita taat, tapi ruh ketaatan yang pada hakikatnya harus mengerti mengapa dan untuk apa kita melakukannya begitu. Sadar saja tidak cukup tanpa diiringi kepahaman, pun sebaliknya kefahaman juga butuh kesadaran dalam muara keikhlasan melakukan atau meninggalkan ketetapan aturan.

Di zaman yang dengan begitu mudah informasi dan pengetahuan apapun diakses, tentunya kita semua telah mengetahuinya bagaimana Islam mengatur cara seorang muslimah berpakaian. Batasan-batasan syar'i pakaian seperti apa yang dimaksud pakaian takwa pun telah "disepakati" bersama. Tidak tipis dan transparan dalam artian tanpa dobelan ketika memakai, tidak membentuk lekuk tubuh dalam konteks pakaian sempit/mempet dan tetap fungsi utamanya adalah sebagai pakaian takwa, bukan hiasan tubuh hingga atas nama hiasan itu seseorang menjadi begitu antusias update mode pakaian. Dan masih ada beberapa persyaratan lagi.

Syarat, menjadi tolak ukur benar tentang ketepatan syar'i tidaknya seorang muslimah mengenakan pakaian. Sehingga dalam hal ini, memenuhi semua syarat menjadi suatu kemutlakan. Pun tak perlu berdebat tentang muslimah yang pakainnya syar'i tapi hatinya masih kotor, sehingga argumen pembenaran ini muncul; "yang penting jilbabi dulu hatinya." Karena jelas ketetapan perintah itu, bahwa semua bagian fisik wajib ditutupi kecuali muka dan telapak tangan. Ini perintah yang sangat jelas, tentang bagaimana seorang muslimah memperlakukan fisiknya. Sementara hati adalah konteks lain yang tentunya juga harus diperhatikan.

Namun, masalah baru pun menemukan ruangnya untuk hadir, ketika menutup aurat bagi seorang muslimah hanya difahami sebatas perintah yang harus ditaati. Ketika hanya sebatas mampu menjawab tanya "mengapa harus menutup aurat?" dengan jawaban "karena sudah selayaknya seorang wanita Islam melakukannya begitu, dalilnya jelas dan menjadi kewajiban yang kalau dilanggar berarti dosa".

Mari kita telisik lebih dalam.


Tidak ada yang salah dengan alasan memenuhi kewajiban menutup aurat bagi seorang muslimah, karena memang demikian adanya. Namun, ketika itu hanya difahami sebagai sebuah kewajiban tanpa adanya upaya mengkaji dan mengetahui lebih dalam mengapa Allah SWT yang Maha Penyayang menginginkannya begitu, secara tidak disadari, barangkali seorang muslimah hanya menghargai jilbab sekedar penutup kepala. Padahal, ada nilai lain mampu menjadi karekter kuat alasan jilbab menjadi sesuatu yang patut di pertahankan sesuai syari'at. Sehingga diujungnya, sebuah kesimpulan hadir dari kepahaman dan kesadaran diri, bahwa menjadi muslimah adalah anugerah yang tak hanya harus disyukur tapi juga dijaga oleh diri sendiri.

Jilbab, bukan hanya sekedar penutup kepala. Tapi adalah kehormatan dan harga diri muslimah. Ya, kehormatan dan harga diri, yang dalam hubungan sosial menjadi hal yang sensitif . Sehingga jika demikian seorang muslimah memberi nilai dan arti pada jilbabnya, maka tak ada lagi "tawar menawar" syarat menutup aurat dengan berderet alasan logis namun dangkal dan menjerumuskan.

Bukankah Allah swt telah begitu luar biasa memberikan penjagaan terhadap muslimah agar tidak mudah diganggu dengan perintah diwajibkannya menutup aurat? Dan sungguh, betapa Allah Swt Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

"Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Ahzab 33; 59)

Ditulis oleh: Rifatul Farida

Ulasan :

Allah Swt, Illah semesta alam yang Mahabijak telah memberikan aturan sedemikian rupa tentang bagaimana seorang wanita Islam memerankan tak hanya kewanitaannya, tapi juga status kemuslimahannya dalam kehidupan. Di zaman yang dengan begitu mudah informasi dan pengetahuan apapun diakses, tentunya kita semua telah mengetahuinya bagaimana Islam mengatur cara seorang muslimah berpakaian. Batasan-batasan syar'i pakaian seperti apa yang dimaksud pakaian takwa pun telah "disepakati" bersama. Tidak tipis dan transparan dalam artian tanpa dobelan ketika memakai, tidak membentuk lekuk tubuh dalam konteks pakaian sempit/mempet dan tetap fungsi utamanya adalah sebagai pakaian takwa, bukan hiasan tubuh hingga atas nama hiasan itu seseorang menjadi begitu antusias update mode pakaian. Jilbab, bukan hanya sekedar penutup kepala. Tapi adalah kehormatan dan harga diri muslimah. Ya, kehormatan dan harga diri, yang dalam hubungan sosial menjadi hal yang sensitif . Sehingga jika demikian seorang muslimah memberi nilai dan arti pada jilbabnya.

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS